MENGAPA HARUS BERMANHAJ SALAF?

MENGAPA HARUS BERMANHAJ SALAF ?

Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik dari umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rosul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.

 Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj (مَنْهَجٌ) dan salaf (السَّلَفُ). Manhaj (مَنْهَجٌ) dalam bahasa Arab sama dengan minhaj (مِنْهَاجٌ), yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al Mu’jamul Wasith 2/957).

 Sedangkan salaf (السَّلَفُ), menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu diatasmu dalam hal usia dan keutamaan. (Lisanul Arab, karya Ibnu Mandhur 7/234).

Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rosulullah  tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam Asy Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al ‘Aqil, 1/55).

 Berdasarkan definisi diatas, maka manhaj salaf (مَنْهجُ السَّلَفِ) adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rosulullah ?, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rosulullah ?. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau As Salafi, jamaknya Salafiyyun atau As Salafiyyun.

Al Imam Adz Dzahabi berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada diatas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/21).

 Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar disaat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut pula Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari neraka (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash), disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban). (untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An Najiyyah, karya Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali).

 Manhaj Salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya.

 Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun diatas Al Qur’an dan Sunnah Rosulullah  dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapapun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rosulullah r dan para shahabatnya .

 Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim didalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rosulullah  dalam Sunnahnya. Sedangkan Allah telah berwasiat kepada kita (artinya):

 “Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)

 Adapun ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:

 1. Allah  berfirman (artinya):

 “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat … .” (Al Fatihah: 6-7)

 Al Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para shahabat Rosulullah , mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syi’ah).” (Madaarijus Salikin, 1/72).

 Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim tentang ayat diatas menunjukkan bahwa para shahabat Rosulullah  –yang mereka itu adalah Salafush Shalih–, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya.

 Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.

 2. Allah  berfirman (artinya):

 “Dan barangsiapa menentang Rosul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisaa’: 115)

 Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para shahabat Rosulullah  dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rosulullah  pun telah menjawab dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rosulullah  tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita tersambungkan dengan Rosulullah , juga dengan Allah .” (Al Mirqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 36-37)

 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Dan sungguh kedua perkara ini (menentang Rosul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –pen) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rosul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rosul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).

 Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para shahabat Rosulullah  (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rosul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalannya para shahabat.

 Sebab bila menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rosulullah  dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.

 3. Allah  berfirman (artinya):

 “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At Taubah: 100).

 Dalam ayat ini Allah tidak mengkhususkan ridho dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para shahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridho Allah dan jaminan jannah (surga) seperti mereka.

 Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah  mengkhabarkan tentang keridhoan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan Ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridho mereka kepada Allah, serta apa yang telah ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367).

 Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridho Allah dan jannah Allah

Adapun hadits-hadits Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  yang menunjukkan agar kita harus bermanhaj salaf adalah sebagai berikut:

1. Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مَنْكُمْ بَعْدي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

 “Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari shahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah. Lihat Irwa’ul Ghalil, hadits no. 2455).

 Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rosulullah  dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin (Salafush Sholih). Bahkan Rosulullah  memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.

 Al Imam Asy Syathibi berkata: “Rosulullah   –sebagaimana yang engkau saksikan– telah menggandengkan “sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin” dengan “sunnah” beliau , dan bahwasanya diantara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti Sunnah Nabi mereka  atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.” (Al I’tishom, 1/118).

 2. Rosulullah  bersabda:

 لاَتَزَالُ طَائَفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَ هُمْ كَذَلِكَ

 “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudhorotkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari shahabat Tsauban, hadits no. 1920).

 Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, berkata (tentang tafsir hadits diatas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ashhabil Hadits, karya Al Khotib Al Baghdadi, hal. 36).

 Al Imam Ibnul Mubarok rahimahullah, Al Imam Al Bukhari rahimahullah, Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits rahimahumullah, semua berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ashhabil Hadits, hal. 26,37).

 Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rosulullah ), didalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil diatas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau  mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah  menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil diatasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun dimasa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 131)

 Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “kelompok kecil” yang disebut oleh Rasulullah  dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.

 3. Rosulullah   bersabda:

 سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثَةٍ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً ، قِيْلَ : مَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : مَاأَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ

 “…Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk kedalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rosulullah?’. Beliau menjawab: ‘(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada.” (Hasan, HR. At Tirmidzi dalam ‘Sunan’-nya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari shahabat Abdullah bin’Amr bin Al’Ash).

 Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil –red) dari apa yang telah diperselisihkan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:

 – Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk dalam neraka,dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb semesta alam.

 – Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah  dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.

 – Ketiga, Rosulullah  telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rosulullah  sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal 78-79).

 Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rosulullah  itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka didalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rosulullah dan para sahabatnya berada diatasnya.

 Berdasarkan beberapa ayat dan hadits diatas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti didalam memahami dienul Islam ini,karena:

 1. Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada diatas jalan yang lurus.

 2. Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rosulullah  yang berakibat akan diberi keleluasaan bergelimang dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.

 3. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridho dari Allah dan tempat kembalinya adalah jannah yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.

 4. Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan Rosulullah .

 5. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah .

 6. Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rosulullah  dan para shahabatnya.

 Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:

 1. Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al ‘Auza’i rahimahullah berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy Syari’ah, karya Al Imam Al Ajurri, hal. 63)

 2. Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Mantiq, karya As Suyuthi, hal. 322, dinukil dari kitab al mirqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54)

 3. Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani rahimahullah berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al Intishaar li ahlil hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul, hal. 88)

 4. Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani rahimahullah berkata: “Barangsiapa menyelisihi shahabat dan tabi’in (salaf), maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al Hujjah fii Bayaanil Mahajjah, 2/437-438, dinukil dari kitab Al Intishaar li Ahlil Hadits, hal. 88)

 5. Al Imam Asy Syathibi rahimahullah berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al Muwafaqaat, 3/284, dinukil dari kitab al mirqat fii Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57)

 6. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149)

 Beliau rahimahullah juga berkata: “Bahkan, syi’ar Ahlul Bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155).

 Semoga Allah  senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Aalamiin.

 Wallahu a’lam bishshowaab.

Dikutip dari :

http://www.mahadassalafy.net/2006/09/mengapa-harus-bermanhaj-salaf-1.html#more-69

http://www.mahadassalafy.net/2006/09/mengapa-harus-bermanhaj-salaf-2.html#more-70

Tinggalkan komentar